Situs Sejarah
Melihat Sumur Tua dan Pedang Panglima Warisan Kerajaan Tuangku di Pulau Banyak Aceh Singkil
Pulau terbesar dalam gugusan Kepulauan Banyak itu, menyimpan catatan sejarah. Sejak ratusan tahun lalu telah menjadi kerajaan mandiri.
Penulis: Dede Rosadi | Editor: Khalidin
SERAMBIWIKI.COM - Gugusan pulau-pulau kecil nan eksotik mengitari Pulau Tuangku nama lain dari Pulau Haloban.
Keberadaan Pulau Tuangku di batas Samudra Hindia, terlihat menonjol. Lantaran merupakan pulau terbesar sekaligus tertinggi diantara pulau mini eksotik yang menarik investor negeri para pangeran asal Uni Emrat Arab.
Pulau terbesar dalam gugusan Kepulauan Banyak itu, menyimpan catatan sejarah. Sejak ratusan tahun lalu telah menjadi kerajaan mandiri.
Di pulau itu setidaknya ada dua benda yang bisa dilihat sebagai saksi sejarah berdirinya kerajaan tempo dulu.
Kedua benda itu sumur tua dan pedang panglima.
Berikut kisahnya:
Pagi itu embun di dedaunan Pulau Tuangku, berkilau bias sinar matahari, jatuh ke bumi tersenggol ayunan kaki.
Di bawah rumpun pisang, sumur tua terlihat dari kepungan rumput liar. Bentuknya utuh kendati berumur ratusan tahun.
Baca juga: Pesona Wisata Ujung Batu di Pulau Banyak Aceh Singkil, Kolam Surga dan Kisah Legenda Perahu Pecah
Baca juga: Tembikar Amsterdam hingga Piring Anti Basi, Sisa Peradaban Singkil Lama Kota yang Hilang
Sumur tersebut merupakan peninggalan para raja yang mendiami Pulau Taungku, di Kecamatan Pulau Banyak Barat, Kabupaten Aceh Singkil. Terletak di kaki gunung Tiusa, gunung tertinggi di Pulau Tuangku.
Ditemani Mursin pegawai kantor Camat Pulau Banyak Barat, Serambinews.com, mencari petunjuk tahun pembangunan sumur tua. Sayang tidak ditemukan.
Sumur dilingkari tembok, menurut warga setempat dibangun sekitar abad ke-18 semasa Pulau Tuangku dipimpin Sutan Alam.
Airnya terlihat hitam lantaran lama tak dipakai. "Dibangun semasa Sutan Alam, raja kelima," kata Herlin keturunan ketujuh panglima perang kerjaan yang mendiami Pulau Tuangku.
Air sumur tak pernah kering. Kendati tak lagi dimanfaatkan warga lantara rata-rata sudah memiliki sumur di rumah masing-masing.
Akan tetapi saat gempa tsunami Aceh 26 Desember 2004 dan gempa tsunami Aceh-Nias 28 Maret 2005 lalu sumur menjadi sumber memenuhi kebutuhan air warga Haloban dan Asantola, dua desa bertetangga di Kecamatan Pulau Banyak Barat.
Kala itu sumur milik warga banyak rusak, Tapi tidak dengan sumur warisan raja. Saat tsunami sumur dimanfaatkan warga untuk memenuhi kebutuhan air.
Pusaka lain warisan para raja Tuangku yang masih bisa dilihat ketika berkunjung ke Haloban, adalah pedang panglima.
Pedang panglima itu dijaga Angku Tarlih keturunan ke-6 dari Bedil Oyok. Bedil Oyok merupakan panglima perang pertama kerajaan yang mendiami Pulau Haloban, nama lain dari Pulau Tuangku.

Kerajaan di pulau berbatas Samudera Hindia itu diperkirakan berdiri sekitar abad ke-17.
Angku Tarlih pada usia senja terlihat piawai menunjukan gerakan menggunakan pedang leluhur di pelataran rumah kayu miliknya di Desa Asantola.
Cara memegang pedang pun berbeda. Bila masih dalam sarung pedang ditempelkan di dada sebelah kanan. Sedangkan jika sudah ke luar sarung dipegang bersilang di dada.
Halaman selanjutnya
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!