Tradisi Aceh
Hukum Adat Laut, Tentang Pantang Melaut
Dalam beberapa hari terakhir ini, para nelayan Aceh kembali disibukan dengan kegiatan melaut, setelah libur sakralnya Hari Raya Idul Adha
Penulis: Hendri Abik | Editor: Zainal M Noor
SERAMBIWIKI.COM, BANDA ACEH - Dalam beberapa hari terakhir ini, para nelayan Aceh kembali disibukan dengan kegiatan melaut, setelah libur sakralnya pada masa Hari Raya Idul Adha 1441 Hijriyah / 2020 Masehi.
Sebelumnya, seluruh nelayan di Aceh tidak pergi melaut, dari tanggal 31 Juli hingga 2 Agustus 2020.
Menghentikan aktivitas melaut selama tiga hari ini, merupakan tradisi bagi nelayan di Tanah Rencong pada setiap hari raya Idul Adha.
Ini merupakan bentuk penghormatan mereka terhadap kearifan lokal dalam rangka mematuhi aturan adat.
Tiga hari pada Idul Adha yang merupakan hari tasyrik merupakan satu di antara hari-hari yang masuk daftar "pantang melaut" bagi nelayan di Aceh
Selain pada Idul Adha, para nelayan di Aceh juga memiliki hari lain pantang untuk melaut.
Yaitu pada setiap hari Jumat, pada Hari Raya Idul Fitri, ketika pelaksanaan kenduri laut, 17 Agustus, serta 26 Desember yang merupakan peringatan bencana alam tsunami.
Jika hitung secara keseluruhan, nelayan di Aceh libur melaut dalam setahun bisa mencapai 60 hari lebih.
Jumlah tersebut belum termasuk cuaca buruk, yang emang kondisi tak bisa melaut.
• Roti Sele Samahani, Jajanan Kampung yang Terkenal Seantero Aceh
• Pelabuhan Ulee Lheue Banda Aceh, Jalur Menuju Sabang dan Pulo Aceh
Sebagaimana diketahui, mematuhi adat tersebut merupakan kewajiban masyarakat Aceh yang berberprofesi sebagai nelayan.
Aturan adat laut dipimpin Panglima Laot, telah berlaku secara turun temurun di Aceh, yaitu sejak Aceh berbentuk kerajaan.
Panglima laot itu terdiri atas Panglima Laot Provinsi yang bertugas mengkoordinir seluruh nelayan di Aceh.
Dan Panglima Laot Lhok yang bertugas berkoordinir setiap kabupaten.
Kepada media, Sekretaris Panglima Laot Aceh, Miftah Cut Adek mengatakan, Panglima Laot bertugas menjaga hukum adat tetap berjalan dan meningkatkan taraf hidup nelayan.
• Mengenal Sejarah Gayo, Salah Satu Etnis Tertua di Nusantara
• Profil Syekh Abdurrauf, Anak Pinggir Sungai
Sanksi
Bagi nelayan yang melanggar aturan hukum adat laut, akan dikenakan sanksi adat.
Sanksi adat itu misalnya paling rendah menyita hasil tangkapan sampai menyita kapal yang digunakan beroperasi pada hari pantang melaut.
Aturan yang dibuat merupakan komitmen bersama para nelayan.
Saksi yang demkian, kata Miftachuddin, sudah disepakati dan ditetapkan bersama dalam bentuk Keputusan Musyawarah Lembaga Hukom Adat Laot/Panglima Laot Se-Aceh pada 6-7 Juni 2000 di Banda Aceh.
"Ini bagian dari Hukom Adat Laot Aceh," kata Miftachuddin.
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!